ATOMIC ABSORPTION SPEKTROSCOPY (AAS)
OLEH:
YASMIN FARADISA (9991525304)
ANALISA INSTRUMEN KIMIA
SMK-SMTI BANDA ACEH
Sejarah singkat tentang serapan atom pertama kali diamati oleh Frounhofer, yang pada saat itu menelaah garis-garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1995. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode spektrografik. Beberapa cara ini dianggap sulit dan memakan banyak waktu, kemudian kedua metode tersebut segera diagantikan dengan Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Spektrometri Serapan Atom (SSA)
adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur
logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan
panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas . Metode ini
sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi konvensional.
Memang selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan energi eksitasi
rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, akan tetapi fotometri
nyala tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi tinggi. Fotometri
nyala memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 400-800 nm, sedangkan
AAS memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 200-300 nm (Skoog et
al., 2000).Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala lebih disukai dari
AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode).
Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperature
nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala
berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan
komplementer satu sama lainnya.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi
cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan Natrium menyerap pada 589
nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada gelombang
ini mempunyai cukup energy untuk mengubah tingkat energy elektronik suatu atom.
Dengan absorpsi energy, berarti memperoleh lebih banyak energy, suatu atom pada
keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat
eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan noor atom 11 mempunyai
konfigurasi electron 1s1 2s2 2p6 3s1,
tingkat dasar untuk electron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan
energy. Elektronini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energy 2,2 eV ataupun
ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang
gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang
gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum yang tajam dan dengan intensitas
maksimum, yangdikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis
resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari
eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Contoh: prinsip dasar penyerapan atom Na
Apabila cahaya dengan panjang
gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas
yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas
penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada
pada sel.
Hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi diturunkan dari:


Dari kedua hukum tersebut
diperoleh suatu persamaan:
A= ℮ b c dan A= abc serta persamaan
A = – log T = log
Dimana:
PO = Intensitas
sumber sinar
P = Intensitas sinar yang diteruskan
℮ = Absortivitas molar (
satuan c dalam Molar)
B = Panjang medium / panjangnya jalan
sinar
C = Konsentrasi atom-atom yang menyerap
sinar
T = Transmitan
A = Absorbsivity ( satuan c
dalam g/L atau ppm)
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa
absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day &
Underwood, 1989).
II.
Prinsip Kerja Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Metode AAS berprinsip pada absorpsi
cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA)
meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada
dalam keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar
ultra violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada
dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam
larutan.
Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer)
yang berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak
maupun infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Perbedaan analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan spektrofotometri
molekul adalah peralatan dan bentuk spectrum absorpsinya:
Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu:
§ Unit atomisasi (atomisasi dengan
nyala dan tanpa nyala)
§ Sumber radiasi
§ Sistem pengukur fotometri
Ø Sistem Atomisasi dengan nyala
Setiap alat spektrometri atom akan
mencakup dua komponen utama sistem introduksi sampeldan sumber (source)
atomisasi. Untuk kebanyakan instrument sumber atomisasi ini adalah nyata dan
sampel diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk
aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan
ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray).
Ada banyak variasi nyala yang telah
dipakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian yang saat ini
menonjol dan diapakai secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara
asetilen dan nitrous oksida-asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi
analisis yang sesuai untuk kebanyakan analit (unsur yang dianalisis) dapat
sintetikan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga
fluoresensi.
Ø Nyala udara asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk
analisis menggunakan AAS. Temperature nyalanya yang lebih rendah mendorong
terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan
oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.
Ø Nitrous oksida-asetilen
Dianjurkan dipakai untuk penentuan
unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan
temperature nyala yang dihasilkan relatif tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah:
Al, B, Mo, Si, Ti, V dan W.
Ø Sistem Atomisasi tanpa Nyala (dengan
Elektrotermal/tungku)
Sistem nyala api ini lebih dikenal
dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti
sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel.
Ada tiga tahap atomisasi dengan
metode ini yaitu:
1) Tahap pengeringan atau penguapan
larutan
2) Tahap pengabutan atau penghilangan
senyawa-senyawa organic
3) Tahap atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalisis
dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur yang dapat dianalisis
dengan GFAAS tungsten: Hf, Nd, Ho, La, Lu Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr.
Hal ini disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit.
v Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:
1) Jangan menggunakan media klorida,
lebih baik gunakan nitrat
2) Sulfat dan fosfat bagus untuk
pelarutsampel, biasanya setelah sampel ditempatkan dalam
tungku.
3) Gunakan cara adisi sehingga bila
sampel ada interfensi dapat terjadi pada sampel dan standar.
4) Untuk mengubah unsur metalik menjadi
uap atau hasil disosiasi diperlukan energy panas. Temperatur harus benar-benar
terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi
harus dihindarkan dan ionisasi ini dapat terjadi apabila temperatur terlampau
tinggi. Bahan bakar dan oksidator dimasukkan dalam kamar pencamput kemudian
dilewatkan melalui baffle menuju ke pembakar. Hanya tetesan kecil dapat melalui
baffle. Tetapi kondisi ini jarang ditemukan, karena terkadang nyala tersedot
balik ke dalam kamar pencampur sehingga menghasilkan ledakan. Untuk itu
biasanya lebih disukai pembakar dengan lubang yang sempit dan aliran gas
pembakar serta oksidator dikendalikan dengan seksama.
5) Dengan gas asetilen dan oksidator
udara bertekanan, temperature maksimum yang dapat tercapai adalah 1200oC.
untuk temperatur tinggi biasanya digunakan N:O: = 2:1 karena banyaknya
interfensi dan efek nyala yang tersedot balik, nyala mulai kurang digunakan,
sebagai gantinya digunakan proses atomisasi tanpa nyala, misalnya suatu
perangkat pemanas listrik. Sampel sebanyak 1-2 ml diletakkan pada batang grafit
yang porosnya horizontal atau pada logam tantalum yang berbentuk pipa. Pada
tungku grafit temperatur dapat dikendalikan secara elektris. Biasanya
temperatur dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus
mendisosiasi senyawa yang dianalisis.
Metode tanpa nyala lebih disukai
dari metode nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi, metode tanpa nyala
haruslah berasal dari sumber yang kontinu. Disamping itu sistem dengan
penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar dengan garis
absorpsi yang semonokromatis mungkin. Seperangkat sumber yang dapat
memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu dikenal
sebagai lampu pijar Hollow cathode. Lampu ini memiliki dua elektroda,
satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur yang sama dengan
unsur yang dianalisis. Lampuini diisi dengan gas mulia bertekanan rendah,
dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan atom-atom
logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikkan. Atom akan tereksitasi
kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu.
III.
Instrumen dan Alat
Untuk menganalisis sampel, sampel
tersebut harus diatomisasi. Sampel kemudian harus diterangi oleh cahaya. Cahaya
yang ditransmisikan kemudian diukur oleh detector tertentu.
Sebuah sampel cairan biasanya berubah menjadi gas atom
melalui tiga langkah:
1) Desolvation (pengeringan) – larutan
pelarut menguap, dan sampel kering tetap
2) Penguapan – sampel padat berubah
menjadi gas
3) Atomisasi – senyawa berbentuk gas
berubah menjadi atom bebas.
Sumber radiasi yang dipilih memiliki
lebar spectrum sempit dibandingkan dengan transisi atom. Lampu katoda Hollow
adalah sumber radiasi yang paling umum dalam spekstroskopi serapan atom. Lampu
katoda hollow berisi gas argon atau neon, silinder katoda logam mengandung
logam untuk mengeksitasi sampel. Ketika tegangan yang diberikan pada lampu
meningkat, maka ion gas mendapatkan energy yang cukup untuk mengeluarkan atom
logam dari katoda. Atom yang tereksitasi akan kembali ke keadaan dasar
dan mengemisikan cahaya sesuai dengan frekuensi karakteristik logam.
IV.
Bagian-Bagian pada AAS
v Bentuk rangkaian alat AAS
1. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya
pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam.
Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur
yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran
unsur Cu.
Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1) Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
2) Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran
beberapa logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang
hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda
pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket pada AAS. Bagian yang hitam ini
merupakan bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi lainnya.
Lampu katoda berfungsi sebagai
sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang akan diuji,
akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk
keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas
yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.
Gambar: hollow chatode
Cara pemeliharaan lampu katoda ialah
bila setelah selesai digunakan, maka lampu dilepas dari soket pada main unit
AAS, dan lampu diletakkan pada tempat busanya di dalam kotaknya lagi, dan dus
penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah selesai penggunaan, lamanya
waktu pemakaian dicatat.
2. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan
tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran
suhu ± 20.000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang
lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30.000K. Regulator pada
tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan
dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan
regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.
Pengujian untuk pendeteksian bocor
atau tidaknya tabung gas tersebut, yaitu dengan mendekatkan telinga ke dekat
regulator gas dan diberi sedikit air, untuk pengecekkan. Bila terdengar suara
atau udara, maka menendakan bahwa tabung gas bocor, dan ada gas yang keluar.
Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan sedikit air sabun pada
bagian atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung udara yang terbentuk.
Bila ada, maka tabung gas tersebut positif bocor. Sebaiknya pengecekkan
kebocoran, jangan menggunakan minyak, karena minyak akan dapat menyebabkan
saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung dapat keluar karena disebabkan di
dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang dapat membuat gas akan
mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan.
3. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong
asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada AAS, yang langsung
dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang
dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang
dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting,
agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Cara pemeliharaan ducting, yaitu
dengan menutup bagian ducting secara horizontal, agar bagian atas dapat
tertutup rapat, sehingga tidak akan ada serangga atau binatang lainnya yang
dapat masuk ke dalam ducting. Karena bila ada serangga atau binatang lainnya
yang masuk ke dalam ducting , maka dapat menyebabkan ducting tersumbat.
Penggunaan ducting yaitu, menekan
bagian kecil pada ducting kearah miring, karena bila lurus secara horizontal,
menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk menghisap hasil pembakaran
yang terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya melalui cerobong asap yang terhubung
dengan ducting.
4. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang
terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk mensuplai kebutuhan
udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran atom. Kompresor
memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam
merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya
udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan
tombol yang kanan merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya
udara yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang kompresor digunakan
sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS.
Alat ini berfungsi untuk menyaring
udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi terbuka, dan
posisi ke kiri merupakan posisi tertutup. Uap air yang dikeluarkan, akan
memercik kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar menjadi basah, oleh
karena itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini, sebaiknya ditampung
dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah dan uap air akan terserap ke lap.
5. Burner
Burner merupakan bagian paling
terpenting di dalam main unit, karena burner berfungsi sebagai tempat
pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat
terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada
burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari
proses pengatomisasian nyala api.
Perawatan burner yaitu setelah
selesai pengukuran dilakukan, selang aspirator dimasukkan ke dalam botol yang
berisi aquabides selama ±15 menit, hal ini merupakan proses pencucian pada
aspirator dan burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator digunakan
untuk menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan diuji.
Selang aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di bagian kanan
burner. Sedangkan selang yang kiri, merupakan selang untuk mengalirkan gas
asetilen. Logam yang akan diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus
dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam
yang berada di dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke
energi tinggi.
Gambar : burner pada AAS
Nilai eksitasi dari setiap logam
memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang dihasilkan berbeda-beda
bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila warna api merah,
maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan
warna api yang paling baik, dan paling panas.
6. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam
drigen dan diletakkan terpisah pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang
buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya
tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan proses
pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva yang
dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada
papan yang juga dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator
menyala, menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian
menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain
itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak
tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat
kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.
7. Monokromator
Berfungsi mengisolasi salah satu
garis resonansi atau radiasi dari sekian banyak spectrum yang dahasilkan oleh
lampu piar hollow cathode atau untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar
monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran.
Macam-macam monokromator yaitu
prisma, kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah UV, rock salt (kristal
garam) untuk daerah IR dan kisi difraksi.
8. Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu
detector foton dan detector panas. Detector panas biasa dipakai untuk mengukur
radiasi inframerah termasuk thermocouple dan bolometer. Detector berfungsi
untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan dan telah diubah menjadi
energy listrik oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran detector dilakukan
penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa printer dan pengamat
angka.
Ada dua macam deterktor sebagai berikut:
1) Detector Cahaya atau Detector Foton
Detector foton bekerja berdasarkan
efek fotolistrik, dalam halini setiap foton akan membebaskan elektron (satu
foton satu electron) dari bahan yang sensitif terhadap cahaya. Bahan foton
dapat berupa Si/Ga, Ga/As, Cs/Na.
2) Detector Infra Merah dan Detector
Panas
Detector infra merah yang lazim
adalah termokopel. Efek termolistrik akan timbul jika dua logam yang memiliki
temperatur berbeda disambung jadi satu.
Gambar: Bentuk
spectra AAS
V.
Cara Kerja Spektrofotometer Serapan Atom
1. Pertama-tama gas di buka terlebih
dahulu, kemudian kompresor, lalu ducting, main unit, dan komputer secara
berurutan.
2. Di buka program SAA (Spectrum
Analyse Specialist), kemudian muncul perintah ”apakah ingin mengganti lampu katoda,
jika ingin mengganti klik Yes dan jika tidak No.
3. Dipilih yes untuk masuk ke menu
individual command, dimasukkan nomor lampu katoda yang dipasang ke dalam
kotak dialog, kemudian diklik setup, kemudian soket lampu katoda akan berputar
menuju posisi paling atas supaya lampu katoda yang baru dapat diganti atau
ditambahkan dengan mudah.
4. Dipilih No jika tidak ingin
mengganti lampu katoda yang baru.
5. Pada program SAS 3.0, dipilih menu
select element and working mode.Dipilih unsur yang akan dianalisis dengan
mengklik langsung pada symbol unsur yang diinginkan
6. Jika telah selesai klik ok, kemudian
muncul tampilan condition settings. Diatur parameter yang dianalisis
dengan mensetting fuel flow :1,2 ; measurement; concentration ; number of
sample: 2 ; unit concentration : ppm ; number of standard : 3 ; standard list :
1 ppm, 3 ppm, 9 ppm.
7. Diklik ok and setup, ditunggu hingga
selesai warming up.
8. Diklik icon bergambar burner/
pembakar, setelah pembakar dan lampu menyala alat siap digunakan untuk mengukur
logam.
9. Pada menu measurements pilih measure
sample.
10. Dimasukkan blanko, didiamkan hingga
garis lurus terbentuk, kemudian dipindahkan ke standar 1 ppm hingga data
keluar.
11. Dimasukkan blanko untuk meluruskan
kurva, diukur dengan tahapan yang sama untuk standar 3 ppm dan 9 ppm.
12. Jika data kurang baik akan ada
perintah untuk pengukuran ulang, dilakukan pengukuran blanko, hingga kurva yang
dihasilkan turun dan lurus.
13. Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva
naik dan belok baru dilakukan pengukuran.
14. Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan
pengukuran sampel ke 2.
15. Setelah pengukuran selesai, data
dapat diperoleh dengan mengklikicon print atau pada baris menu dengan mengklik
file lalu print.
16. Apabila pengukuran telah selesai,
aspirasikan air deionisasi untuk membilas burner selama 10 menit, api dan lampu
burner dimatikan, program pada komputer dimatikan, lalu main unit AAS, kemudian
kompresor, setelah itu ducting dan terakhir gas.
VI.
Metode Analisis
Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis
secara spektrometri. Ketiga teknik tersebut adalah:
1. Metode Standar Tunggal
Metode ini sangat praktis karena
hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya
(Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (Asta) dan absorbsi larutan sampel
(Asmp) diukur dengan spektrometri. Dari hukum Beer diperoleh:
Sehingga, Astd/Cstd = Csmp/Asmp -> Csmp =
(Asmp/Astd) x Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar,
konsentrasi larutan sampel dapat dihitung.
2. Metode kurva kalibrasi
Dalam metode ini dibuat suatu seri
larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan
tersebut diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah membuat grafik antara
konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) yang merupakan garis lurus yang melewati
titik nol dengan slobe = atau = a.b. konsentrasi larutan sampel dapat
dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam
kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh
dengan menggunakan program regresi linewar pada kurvakalibrasi.
3. Metode adisi standar
Metode ini dipakai secara luas
karena mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi
lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metode ini dua atau lebih
sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu
larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudiaan larutan yang lain sebelum
diukur absorbansinya ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah larutan standar
tertentu dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama.
Menurut hukum Beer akan berlaku
hal-hal berikut:
Ax = k.Ck
AT = k(Cs+Cx)
Dimana,
Cx = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke
larutan sampel
Ax = absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT = absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua rumus digabung maka akan
diperoleh Cx = Cs + {Ax/(AT-Ax)}
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx)
dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrometri. Jika dibuat suatu
seri penambahan zat standar dapat pula dibuat grafik antara AT lawan Cs garis
lurus yang diperoleh dari ekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs
Salah satu penggunaan dari alat
spektrofotometri serapan atom adalah untuk metode pengambilan sampel dan
analisis kandungan logam Pb di udara. Secara umum pertikulat yang terdapat
diudara adalah sebuah sistem fase multi kompleks padatan dan partikel-partikel
cair dengan tekanan uap rendah dengan ukuran partikel antara 0,01 – 100 μm.
VII.
Keuntungan dan Kelemahan
Metode AAS
Keuntungan metode AAS dibandingkan
dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari
larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya
langsung terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat
diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm
sampai %).
Sedangkan kelemahannya yaitu
pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya
pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi
(tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang
sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.
VIII.
Gangguan-gangguan dalam metode AAS
1.
Ganguan
kimia
Gangguan kimia terjadi apabila unsur
yang dianailsis mengalami reaksi kimia dengan anion atau kation tertentu dengan
senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua analiti dapat teratomisasi. Untuk
mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) penggunaan
suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat kimia lain yang dapatmelepaskan
kation atau anion pengganggu dari ikatannya dengan analit. Zat kimia lai yang
ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective
Agent).
2.
Gangguang
Matrik
Gangguan ini terjadi apabila sampel
mengandung banyak garam atau asam, atau bila pelarut yang digunakan tidak
menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala untuk larutan sampel dan
standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis kualitatif tidak terlalu
bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif. Untuk
mengatasi gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis
penambahan standar (Standar Adisi).
3. Gangguan Ionisasi
Gangguan ionisasi terjadi bila suhu
nyala api cukup tinggi sehingga mampu melepaskan electron dari atom netral dan
membentuk ion positif. Pembentukan ion ini mengurangi jumlah atom netral,
sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk mengatasi masalah ini
dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang mudah diionkan atau atom
yang lebih elektropositif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na.
penambahan ini dapat mencapai 100-2000 ppm.
4. Absorpsi Latar Belakang (Back
Ground)
Absorbsi Latar Belakang (Back Ground)
merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya berbagai pengaruh,
yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi molecular, dan penghamburan
cahaya.
IX.
Analisis Kuantitatif
a. Penyiapan sampel
Penyiapan sampel sebelum pengukuran
tergantung dari jenis unsur yang ditetapkan, jenis substrat dari sampel dan
cara atomisasi.
Pada kebanyakan sampel hal ini
biasanya tidak dilakukan,bila atomisasi dilakukan menggunakan batang grafik
secara elektrotermal karena pembawa (matriks) dari sampel dihilangkan melalui
proses pengarangan (ashing) sebelumatomisasi.Pada atomisasi dengan nyala,
kebanyakan sampel cair dapat disemprotkan langsung ke dalam nyala setelah
diencerkan dengan pelarut yang cocok..Sampel padat
biasanya
dilarutkan dalam asam tetaou adakalanya didahului dengan leburan alkali.
b. Analisa kuantitatif
Pada analisis kuantitatif ini kita harus mengetahui
beberapa hal perlu diperhatikan sebelum menganalisa.Selain itu kita harus
mengetahui kelebihan dan kekurangan pada AAS.
v Beberapa hal yang perlu diperhatikan
sebelum menganalisa:
ü Larutan sampel diusahakan
seencer mungkin (konsentrasi ppm atau ppb)
ü Kadar unsur yang
dianalisistidaklebihdari 5% dalam pelarut yang sesuai
ü Hindari pemakaian pelarut aromatic
atau halogenida. Pelarut organic yang umum digunakan adalah keton,
ester dan etilasetat
ü Pelarut yang digunakan adalah
pelarut untuk analisis (p.a)
v Langkah analisis kuantitatif:
ü Pembuatan Larutan Stok dan Larutan Standar
ü Pembuatan Kurva Baku
Persamaan garis lurus : Y = a +
bx dimana:
a = intersep
b = slope
x = konsentrasi
Y = absorbansi
Penentuan kadar sampel dapat
dilakukan dengan memplotkan data absorbansi terhadap
konsentrasi atau dengan cara mensubstitusikan absorbansi kedalam persamaan garis
lurus
SEMOGA BERMANFAAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar